haloo semuaaa.. setelah sekian lama tak membuat cerpen Thena baru bikin lagii.. haha.. menghabiskan waktu 4 jam buat bikin cerpen ini. lama bgt yah. yaa soalnya Thena udah lama gak buat cerpen, jadi kaku lagi deh. kata temen-temen sih ini cerpen seru, jadi aku upload deh. kritiknya ditunggu yaaa
Chocolova
Aku jatuh cinta pada matahari yang jahat
Namaku Bulan,
lengkapnya Rembulan. Nama yang sederhana cukup untuk wanita yang sederhana
sepertiku. Aku tidak menonjol di sekolah maupun di ekskul. Tak ada yang special
dari diriku. Tapi bukan berarti aku tidak punya seseorang yang special.
“Lan, mau ke kantin nggak?”, Bintang temanku memanggil. Aku
hanya jalan mengikutinya tanpa mengatakan sepatah katapun.
Dan aku melihatnya lagi… matahariku selalu tampak bersinar
setiap hari. Pria yang sama-sama tak menonjol. Entah kenapa aku sangat tertarik
padanya. Terlebih lagi saat aku tahu namanya Surya. Saat temanku sedang sibuk
memilih makanan, aku berjalan mendekati Surya.
“hai Surya” sapaku ramah. Dia hanya menoleh dan tak
menjawab. “sendirian aja nih?” dia tidak menjawab lagi. Memang pada dasarnya Surya
itu terlalu pendiam, susah tuk didekati.
Senyum yang tadi kuberikan padanya kini telah memudar. Aku memutuskan
pergi dan membeli makanan kecil.
“Lan, kamu berusaha ngedeketin Surya lagi yaa?” Tanya Bintang
sambil sibuk melahap bakso yang tadi ia pesan.
“Gak tau kenapa, kok aku tertarik banget sama dia”
“jangan-jangan kamu suka lagi Lan sama Surya, Please Lan…
kalau mau suka sama cowok, jangan yang super garing kayak gitu”
Aku hanya tertawa kecil, yaa… mungkin aku memang suka sama Surya.
Coklat pagi ini dipadu oleh kismis. Agak asam tapi tertutupi oleh manisnya
coklat. Pandanganku tak terlepas pada Surya yang selalu memakai headset dan
membaca buku.
Kalau aku suka dia kenapa memang?
Ketertarikanku tak tertahankan. Banyak pertanyaan yang ingin
sekali kutanyakan padanya. Surya mengapa sendiri? Surya mengapa tak menjawab
sapaanku? Surya mengapa mengacuhkanku?
Sore di
daerah rumahku dihiasi oleh dedaunan basah bekas hujan tadi siang. Memandang keluar
jendela tanpa tahu harus melakukan apa di sore yang membosankan ini. Coklat
dengan kacang mede sepertinya pas. Tapi aku tahu, coklatnya sudah habis.
Kuputuskan tuk pergi ke mini market, membeli beberapa kotak coklat. Angin
dingin menerpa tubuhku berbuah getaran di setiap langkah. Sesekali ku berfikir
tuk kembali kerumah dan minum kopi susu. Tapi semua berubah ketika aku melihat
matahariku masuk ke minimarket. Dengan cepat aku ikut masuk ke minimarket.
Mataku menjelajah ke seluruh sudut minimarket itu. Sinar dari matahariku selalu
bisa kutemukan, aku bertemu dengan Surya.
“eh Surya… kebetulan banget ya kita ketemu” aku memamerkan
semua gigiku.
“kamu… Rembulan ya? Dari kelas IPA3” kata-kata pertama yang
matahariku ucapkan. Senyumku semakin lebar.
“iya, Surya lagi apa? Ko aku baru liat kamu ada di
minimarket ini?”
“beli cemilan, iya aku baru pindah kedaerah sini” aku rasa Surya
lebih ramah dari pada disekolah.
“wah deket dong sama rumah aku, aku bisa main kan?”
“gak boleh” jawaban yang sangat jahat.
Aku
segera mengambil coklat dan membayarnya d kassa. Kulirik Surya yang masih
memilih-milih makanan yang akan dia beli. Berat rasanya keluar dari minimarket
itu. Meninggalkan matahariku dan kehilangan cahayanya. Aku menunggu di depan
minimarket. Lama sekali sampai aku bosan.
Memandang langit keemasan di padu dengan coklat kacang mede yang manis.
Menunggu matahariku keluar dari minimarket dan entah apa yang akan aku lakukan
selanjutnya. Dan Surya keluar dari minimarket.
“Surya!” panggilku.
“eh? Kamu?” dia tampak kaget.
“aku nunggu kamu tau”
“mau apa?” tanyanya
“eh? Itu… aku gak tau hahaha. Aku Cuma mau temenan sama kamu
aja kok. Di sekolah kamu selalu menghindar dari aku, aku kayak orang bodoh tau
ngomong sendiri” keluhku pada sikap dia di sekolah.
“eh… maaf ya, jadi aku harus gimana?” dia menatapku bingung.
Ahh… matahariku terlalu bersinar, terkena sinar matahari membuat pipi merah.
Itu wajarkan?
“aku bantu bawain belanjaan kamu ya” aku merebut salah satu
kantung plastic yang Surya pegang.
Dia
tidak berkomentar, dan sepertinya dia tidak keberatan. Matahariku terlalu baik.
Disaat semua orang menjauhiku karna sikapku yang seenaknya, Surya membiarkanku
tetap berada disisinya. Aku senang… mungkin coklat dengan kacang mede takkan
habis sore ini.
Aku ikut masuk kerumah sederhana milik Surya. Aku tak
melihat siapapun dirumahnya. Beberapa barang masih rapi dalam dus besar, mereka
benar-benar baru pindah.
“ke kamarku saja ya, disini masih berantakan” kata Surya
tanpa melirikku.
Aku menjawabnya dengan anggukan semangat.
Aku
masuk ke kamar pria yang lebih rapi dari kamarku. Matahariku sangat sempurna,
selain baik dia juga apik. Aku bisa tambah suka padanya. Surya membawakanku
cemilan yang sepertinya ia beli tadi dan teh hangat dalam cangkir putih.
“Rembulan” panggilnya.
“panggil aja Bulan” kataku.
“oiya Bulan, kamu gak apa-apa kalau jam segini belum
pulang?” dia khawatir ya? Senangnya.
“mama sama papaku belum pulang kerja, daripada dirumah
sendirian, mending main hehe” aku tak menghilangkan keceriaanku pada
matahariku. Semoga dia suka padaku.
“oh gitu” jawabnya dingin
Seharusnya
matahari itu hangat, itu yang aku tahu. Tapi Surya malah bersikap dingin pada Rembulan
yang ingin berteman dengan mataharinya. Aku tak tahu harus berkata apa
sekarang, semakin ku memikirkan Surya, dadaku semakin sesak. seperti menahan
sesuatu yang besar dan rasanya ingin menangis. Matahariku kapan kau sadar bahwa
Rembulan ini sangat menyukaimu.
“lucu ya” kataku tanpa memandang matahariku.
“apanya?” dia bingung.
“nama kita, Surya dan Rembulan hahaha”
“oh itu, kebetulan aja”
“mungkin kita jodoh.” Surya hanya memandangku tanpa
menjawab. Wajah tampannya ia palingkan pada jendela. Sudut bibirnya menaik,
matahariku tersenyum. Manis sekali.
“sudah sana pulang, sudah terlalu sore. Aku gak akan nganter
kamu pulang, aku masih harus beres-beres” dia mengusirku, tapi aku senang.
Dibalik kata-katanya terselip perhatian padaku. Sedikit sih, tapi rasanya aku
pengen lompat-lompat gak bisa menahan rasa senang dengan hanya duduk. Aku mengerucutkan bibirku, berpura-pura marah
padanya.
“wah Surya ngusir nih.. hehe iya deh aku pulang. Dah Surya”
aku berjalan sendiri keluar dari rumah Surya. Matahariku benar-benar tak
mengantar Rembulannya pulang. Padahal sebentar lagi Rembulan akan
menggantikannya bersinar dilangit.
Matahariku… aku sangat bahagia bertemu denganmu hari ini. Semoga
hari-hari selanjutnya kita bisa seperti tadi yaa..
guys… Rembulan ini jatuh cinta pada mataharinya…
keesokan
harinya waktu istirahat adalah waktu yang paling kutunggu-tunggu. Karna hanya
pada saat itu aku bisa bertemu dengan matahariku. Aku tak menunggu Bintang tuk
pergi ke kantin, aku berjalan sendiri menuju kantin. Seperti biasa, aku melihat
Surya matahariku sedang duduk sendiri sambil membaca buku.
“Surya!” sapaku ramah seperti biasanya. Dia hanya menoleh
tanpa menjawab sapaanku, seperti biasa. “kenapa Surya gak pernah jawab kalau
aku sapa?” tanyaku kesal, padahal kemarin dia ramah padaku.
“iya apa Bulan?” nadanya sangat datar.
“hehe nah gitu dong! Kenapa Surya sendirian?” tanyaku
“biar gak ada yang ganggu aku pas aku lagi baca buku” eh?
Berarti aku ganggu dia dong. Jahatnya.
Aku duduk di sebelahnya, dia tidak mengusirku. Matahariku
membiarkan Rembulannya tetap disisinya. Aku memandang setiap ukiran yang Tuhan
berikan di wajah Surya. Begitu bersih dan tampan. Sayang matahariku terlalu
tertutup.
“Surya” panggilku.
“apa?” dia menjawab tanpa memalingkan wajahnya dari buku.
“kalau aku suka sama Surya gimana?” dan semuanya menjadi
hening.
Surya memandangku kaget. Wajahnya tergurat garis merah,
mungkin sama sepertiku. Matahariku ayo jawab. Rembulan ini menunggumu.
“belajarlah” Cuma itu yang dia katakan?
“belajar apa? Gak mau, aku sudah cukup belajar di kelas” aku
mengerucutkan bibirku, aku kesal.
Surya
berdiri dan mengusap ujung kepalaku lembut. Dia tersenyum tapi tak menjawab
apa-apa. Lalu pria itu melangkah pergi. Meninggalkanku sendiri. Jadi aku di
tolak ya? Ternyata sangat sakit ya. Aku berjalan lemas masuk ke kelas. Bintang
pasti sudah pergi dengan orang lain. Aku tak terlalu peduli. Aku ingin
mengambil coklat. Mungkin coklat dengan kacang mede sisa kemarin sore bisa
mengembalikan moodku yang sudah terlanjur jelek. Tapi ternyata aku tak membawa
coklat itu, ah sial! Aku membungkukkan tubuhku ke meja. Menenggelamkan wajah di
lipatan tanganku dan menitikkan air mata. Ini terlalu sakit… matahariku sungguh
jahat.
Guys… Rembulan ini jatuh cinta pada matahari yang jahat. Matahari telah
menghancurkan hatinya dan membuat Rembulan ini menangis.
Guys… Rembulan ini bisa apa sekarang?
Hujan
yang tidak deras ini kembali menghiasi siang yang seharusnya cerah. Musim
penghujan ini menyebalkan! Langit mendung ini menyebalkan! Genangan airnya juga
menyebalkan. Aku benci… aku berjalan menerobos hujan dengan airmata yang entah
sudah berhenti mengalir atau tidak.
“Bulan!” samar-samar aku mendengar ada yang memanggil
namaku. Tapi aku menghiraukannya, mengapa semua tidak mengerti bahwa Rembulan
ini sedang sedih. “Rembulan!”. Tunggu… sepertinya aku kenal suara itu.
“Surya?!” aku kaget, Surya berlari kearahku dengan payung
biru tuanya.
“kamu ngapain hujan-hujanan? Bisa sakit tau” Surya membagi
payungnya bersamaku.
Aku tak
menjawab Surya, hanya memandangnya sebentar sambil mengikutinya berjalan.
Tubuhnya yang tinggi kini berada sangat dekat denganku. Matahariku yang jahat
menyelamatkan Bulannya dari serangan air hujan. Matahariku itu jahat sekaligus
baik disaat yang bersamaan. Matahariku… kamu bikin aku bingung. Surya
mengantarku sampai depan rumah.
“Surya, makasih ya” kataku dengan senyum yang di buat
semanis mungkin.
“iya”
“kalau Surya terus-terusan baik padaku, bisa-bisa aku
semakin suka sama Surya” aku menunggu jawaban Surya. Dadaku berdebar-debar.
Tolong lah Surya… jawab aku. Kamu menolakku atau menerimaku. Sekali lagi Surya
mengusap ujung kepalaku sambil tersenyum.
“kalau gitu buat aku tertarik sama kamu” kata-katanya sangat
jahat. Surya berjalan hendak pulang ke rumah.
“Surya!” panggilku.
“apa?”
“aku boleh minta nomor handphone kamu?” ku kira dia akan
menolak memberikannya, tapi matahariku memang selalu baik. Dia memberikan nomor
handphone nya.
Semalaman aku terus mengirimnya pesan
singkat. Matahariku yang jahat tidak selalu menjawab pesan singkatku, sekalinya
menjawab hanya dengan kata-kata yang singkat. Tapi aku senang. Aku bertanya
banyak hal padanya, dan dia selalu menjawabnya. Matahariku sudah menolak cinta
dari Rembulannya, tapi Rembulan itu tak ingin jauh dari mataharinya. Coklat
dengan paduan mocca turut tersenyum menemani malam yang terasa hangat di musim
penghujan.
Guys… Rembulan ini jatuh cinta pada matahari yang jahat. Meski sudah di
tolak, Rembulan ini tetap ingin bersama mataharinya.
Guys… Rembulan ini bisa apa tuk menarik perhatian mataharinya?
Sejak
saat itu aku selalu ingin bisa jadi apa yang Surya suka. Surya suka membaca,
aku berlatih membuat beberapa cerpen tuk menarik perhatiannya. Surya suka idol
grup asal jepang, aku ikut ekskul dance yang sering dance dengan lagu dari idol
grup kesukaan Surya. Surya sangat suka lukisan, aku berlatih melukis hingga
akhirnya aku bisa. Surya suka wanita yang manis, kuubah penampilanku menjadi
semanis mungkin. Kini aku bukan Bulan yang dulu. Kini semua orang melirik
kearahku. Menjadi hal yang Surya suka membuatku menonjol di sekolah. Kini aku
terkenal sebagai wanita yang serba bisa. Surya… ketika aku sudah menjadi apa
yang kamu suka… ketika semua orang melirik kearahku… kapan kau tertarik padaku Surya…
matahariku, kamu memang jahat.
“Surya!” aku menemuinya di kantin seperti biasanya.
“apa?” jawabnya dingin seperti biasanya.
“apa kamu sudah tertarik padaku?”
“maksudnya?” Surya pura-pura tidak mengerti. Ayolah Surya…
aku tidak suka main-main.
“aku sudah melakukan semua yang kamu suka, aku sudah
berjuang hingga aku bisa melakukan semua yang kamu suka. Dan kamu masih gak
tertarik padaku?”
“aku gak nyuruh kamu melakukannya kan?”
“tapi kamu suruh aku buat menarik perhatian kamu kan?”
“Bulanku” Surya mengusap ujung kepalaku, sungguh nyaman
namun menyesakkan dada. “kamu tau kan alam takkan membiarkan matahari dan Bulan
bersama. Sampai kapanpun, Bulan dan matahari tidak akan pernah bisa bersatu” Surya
tersenyum manis, sungguh manis hingga aku menitikkan air mata.
“saat gerhana?”
“dan semua gelap”
“Bulan hanya bisa bersinar karna pantulan dari sinar
matahari, tanpa matahari Bulan tak ada apa-apanya. Kamu gak pernah bilang suka
padaku, tapi kamu selalu membiarkanku ada disisimu. Kalau memang tidak suka
jangan beri aku harapan!”
Aku
berlari meninggalkan Surya, masuk ke dalam WC dan menangis sejadi-jadinya.
Matahariku sungguh jahat, kalau memang tak bisa bersatu, kenapa ia membiarkan Bulannya
terus ada disisinya. Kalau memang tidak suka, kenapa tidak bilang dari awal.
Matahari yang ku dambakan terlalu silau. Ternyata memang sudah berakhir.
Matahariku… aku tak sanggup lagi berjalan.
Guys… sekali lagi matahariku menghancurkan hatiku. Rembulan ini seperti
tak bisa bernafas.
Rembulan ini kesal pada alam semesta yang tak pernah menyatukan Bulan
dan matahari.
Rembulan ini benci kenyataan…
Mungkin Rembulan ini ingin mati saja.
Keesokan
harinya aku sampai disekolah dengan mata sembab dan merah. Lingkar hitam di
sekeliling mata tak menyembunyikan kenyataan bahwa aku tak bisa tidur tadi
malam. Sungguh matahariku telah mengguncangkan jiwaku. Membuatku tidak tenang.
Apalah artinya hidup tanpa matahari. Matahariku… aku berharap kau datang dan
minta maaf padaku. Bilang kamu suka padaku. Walau akhirnya Rembulan ini tetap
tak bisa bersama matahari, setidaknya Rembulan masih bisa menikmati pantulan
cahayanya kan?
“Lan, Surya nitip sesuatu buat kamu tuh” Bintang
membangunkanku dari lamunan tak berujung.
“nitip apa?” aku hanya melirik Bintang.
“nih, katanya dia minta maaf. Kalian kenapa sih?” Tanya Bintang
sambil memberikan gantungan berbentuk coklat padaku. Gantungan coklat sederhana
pemberian Surya. Matahariku, bahkan disaat aku tak melihatmu kau tetap saja
baik. Aku menggenggam gantungan itu sambil tersenyum.
“Suryanya sekarang mana?”
“gak tau, dia nitipnya kemarin.”
Aku
berjalan pelan munuju kantin tempat aku dan Surya biasa bertemu. Berharap
matahariku memberikan sinarnya dan senyum pagi yang manis. Tapi aku tak melihat
keberadaannya. Aku berkeliling kantin yang tidak luas itu, tapi Surya tak ada.
Aku mencarinya ke kelasnya Surya, dan Surya juga tak ada. Mungkin matahariku
terlambat. Aku kembali ke kelas tapi pikiranku masih terus mencari sosok
matahari yang biasanya menyinari hari-hariku. Saat jam istirahat, aku segera
berlari ke kantin. Sekali lagi… aku tak menemukan sosok matahariku. Aku
menunggu lama disana, tapi matahariku tak kunjung terbit. Aku berjalan menuju
kelasnya, dan mereka bilang Surya tidak masuk sekolah. Aku kembali ke kelas
sambil menggenggam gantungan berbentuk coklat pemberian Surya. Matahariku Rembulan
ini ingin mengucapkan terimakasih.
Guys… Rembulan ini kehilangan mataharinya. Kini bagaimana bisa Rembulan
bersinar tanpa matahari.
Matahariku… kamu dimana sekarang? Rembulan ini rindu kamu.
Aku
berjalan menuju rumah Surya. Namun rumah itu tampak sepi seperti tak
berpenghuni. Sepertinya tak ada orang di rumah itu sekarang. Keesokan harinya
aku tetap tak bisa menemukan Surya. Aku tak pernah bertemu dengan Surya lagi.
Di sekolah maupun di rumahnya. Matahariku yang tenggelam tak pernah terbit
lagi.
Aku
memandang sendu gantungan coklat itu dan menangis sejadi-jadinya. Rembulan ini
hanya bisa mengurung diri di kamar dan menyesal mengapa hari itu ia pergi
meninggalkan mataharinya. Aku kesal ! aku melempar gantungan itu ketembok
hingga gantungan berbentuk coklat itu terbelah menjadi 2. Hei… gantungan ini
bukan hancur, tapi memang bisa di bagi 2. Aku memungutnya kembali dan menemukan
secarik surat di dalam gantungan itu. Matahariku… ini darimu kan? Aku
membacanya
Bulanku… saat kamu
baca ini pasti kamu sedang mencariku ya?
Bulanku, sejujurnya
aku sudah menyukaimu bahkan sejak kamu menyapaku tuk pertama kalinya.
Bulanku, mataharimu
kini sedang sakit. Mana bisa aku bilang kalau aku juga menyukaimu.
Bulanku, kau bisa
mencari cahaya dari Bintang lain selain pada mataharimu ini.
Surya…
Matahariku… kamu sakit?
Aku berlari setengah menangis menuju rumah Surya. Dan saat
sampai disana, rumah itu masih sepi seperti biasanya. Aku bertanya pada
tetangga sekitar rumah Surya, mereka bilang sudah beberapa hari ini Surya dan
keluarganya pergi kerumah sakit. Ternyata matahariku benar-benar sakit.
Untunglah mereka tahu dimana Surya di rawat. Matahariku… tunggu Rembulanmu ini.
Guys… Rembulan kini tidak tenang… mataharinya sakit dan Rembulan tak tahu
harus bagaimana.
Guys… bila saja Rembulan sudah tahu semua ini sejak awal, mungkinkah
akhirnya akan bahagia?
Aku
sampai disalah satu kamar rawat rumah sakit. Sebelumnya aku sudah bertemu
dengan keluarga Surya dan menanyakan keadaannya. Surya ternyata mengidap
kanker. Matahariku… kau selallu tampak sehat, mengapa tiba-tiba kau sakit
parah? Aku diizinkan masuk dan menjenguk matahariku.
“Surya” panggilku.
“eh? Bulan” dia tersenyum manis. Bahkan disaat rambutnya
sudah rontok dan kulitnya memucat. Matahariku… aku sedih melihatmu seperti ini.
“kamu jahat Surya” aku menangis dan memeluk Surya. Aku sudah
tak bisa menahannya. Surya… kenapa semua jadi seperti di film. Dia mengusap
ujung kepalaku, ku mohon Tuhan… jangan jadikan ini yang terakhir.
“maafin aku yaa Bulanku” dia menyeka airmata yang sudah
terlanjur membasahi pipiku.
“kamu gaakan pergi kan?” tanyaku di sela-sela tangisanku.
“kamu kuat Surya. Kamu pasti gak akan mati”
“aku akan terus hidup di hati kamu. Bulanku jangan menangisi
aku. Kamu sudah jadi orang hebat sekarang. Bulanku, tetaplah tersenyum seperti
saat pertama kali kita bertemu” Surya tersenyum.
Aku
menangis sejadi-jadinya… tak bisa
menerima kenyataan. Mengapa aku harus jatuh cinta pada matahari yang jahat
sih?! Matahariku setelah kau menolakku sekarang kau juga mau pergi? Matahariku
kau terlalu jahat.
Beberapa saat kemudian, Surya di bawa keruang operasi. Dia
harus menjalani operasi tuk menyelamatkan nyawanya.
Guys… matahariku akan terus bersinar kan? Dia takkan pergi kan?
beberapa minggu kemudian...
“Lan pulang sekolah main yuk” Bintang mengajakku pergi
seperti hari-hari sebelumnya.
"nggak ah… hari ini aku mau ketemu Surya” aku senyum.
“ya udah deh, titip salam buat dia ya” Bintang pergi.
Aku
tersenyum melihat kepergian Bintang. Hari ini Rembulan akan mengunjungi
mataharinya. Dengan membawa bunga yang ku beli dijalan. Aku sudah menyiapkan
hatiku tuk bertemu Surya. Matahariku Surya… aku sudah sampai di sebuah makam
dengan batu nisan bertuliskan nama SURYA. Matahariku kini telah tenggelam,
namun tetap bersinar di hatiku. Aku tersenyum dan berlutut di makam itu. Sambil
menggenggam gantungan berbentuk coklat yang pernah Surya berikan.
“hai Surya, Bintang nitip salam buat kamu hari ini” aku
tersenyum namun air mataku mengalir. Surya… aku senang bisa bertemu dengan
kamu…
Karna Surya
hidupku berubah. Aku bisa melakukan banyak hal. Aku jadi salah satu siswi
terkenal dan menonjol disekolah. Kalau bukan karna Surya, mungkin Bulanmu ini
akan tetap redup. Aku bersyukur bertemu dengannya.
Guys… matahariku sudah tenggelam. Walau sudah tiada tapi ia
meninggalkan banyak hal indah dalam hidupku. Ternyata Surya bukanlah matahari…
dia adalah pelangi yang hadir memberikan keindahan sesaat. Meski begitu aku
bersyukur bertemu dengannya.
Terimakasih tuhan… terimalah dia disisimu…
TAMAT
Created by : Camelia Athena Kharin (Rin-Chan)
tunggu cerita kedua tentang rembulan yaa